SUKU MINANG
Minangkabau atau yang biasa disingkat Minang
adalah kelompok etnik Nusantara yang berbahasa dan menjunjung adat Minangkabau. Wilayah penganut kebudayaannya meliputi Sumatera Barat, separuh daratan Riau, bagian
utara Bengkulu, bagian barat Jambi, bagian
selatan Sumatera Utara, barat daya Aceh, dan juga
Negeri Sembilan di Malaysia. Dalam percakapan awam, orang Minang seringkali disamakan
sebagai orang Padang, merujuk kepada nama
ibukota provinsi Sumatera Barat yaitu kota Padang. Namun,
masyarakat ini biasanya akan menyebut kelompoknya dengan sebutan urang awak
(bermaksud sama dengan orang Minang itu sendiri). .
Saat ini masyarakat Minang merupakan
masyarakat penganut matrilineal terbesar di dunia. Selain itu, etnik ini juga
telah menerapkan sistem proto-demokrasi sejak masa pra-Hindu dengan
adanya kerapatan adat untuk menentukan hal-hal penting dan permasalahan hukum.
Prinsip adat Minangkabau tertuang singkat dalam pernyataan Adat basandi
syara', syara' basandi Kitabullah (Adat bersendikan hukum, hukum
bersendikan Al-Qur'an) yang berarti adat berlandaskan
ajaran Islam.
Bendera atau marawa yang
digunakan suku-suku Minangkabau
A.
Sistem
Kepercayaan
Masyarakat Minang saat
ini merupakan pemeluk agama Islam, jika
ada masyarakatnya keluar dari agama islam (murtad), secara langsung yang
bersangkutan juga dianggap keluar dari masyarakat Minang, dalam istilahnya
disebut "dibuang sepanjang adat".
Sebagaimana pepatah yang
ada di masyarakat, Adat manurun, Syara' mandaki (Adat diturunkan dari
pedalaman ke pesisir, sementara agama (Islam) datang dari pesisir ke
pedalaman), serta hal ini juga dikaitkan dengan penyebutan Orang Siak
merujuk kepada orang-orang yang ahli dan tekun dalam agama Islam, masih tetap
digunakan di dataran tinggi Minangkabau
Sebelum
Islam
diterima secara luas, masyarakat ini dari beberapa bukti arkeologis menunjukan
pernah memeluk agama Buddha
terutama pada masa kerajaan Sriwijaya, Dharmasraya, sampai pada masa-masa
pemerintahan Adityawarman dan
anaknya Ananggawarman.
Kemudian perubahan struktur kerajaan dengan munculnya Kerajaan Pagaruyung yang
telah mengadopsi Islam dalam
sistem pemerintahannya, walau sampai abad ke-16, Suma Oriental masih
menyebutkan dari 3 raja Minangkabau hanya satu yang telah memeluk Islam
B.
Bahasa
Bahasa Minangkabau
merupakan salah satu anak cabang bahasa Austronesia.
Walaupun ada perbedaan pendapat mengenai hubungan bahasa Minangkabau dengan bahasa Melayu, ada yang menganggap bahasa yang dituturkan masyarakat ini
sebagai bagian dari dialek Melayu, karena banyaknya kesamaan kosakata dan
bentuk tuturan di dalamnya, sementara yang lain justru beranggapan bahasa ini
merupakan bahasa mandiri yang berbeda dengan Melayu serta ada juga yang
menyebut bahasa Minangkabau merupakan bahasa proto-Melayu. Selain itu dalam
masyarakat penutur bahasa Minang itu sendiri juga sudah terdapat berbagai macam
dialek bergantung kepada daerahnya masing-masing.
Pengaruh bahasa lain yang
diserap ke dalam Bahasa Minang umumnya dari Sanskerta, Arab, Tamil, dan Persia. Kemudian kosakata Sanskerta dan
Tamil yang dijumpai pada beberapa prasasti di Minangkabau telah ditulis menggunakan bermacam aksara di
antaranya Dewanagari, Pallawa, dan Kawi. Menguatnya Islam yang diterima secara luas juga
mendorong masyarakatnya menggunakan Abjad Jawi dalam penulisan sebelum berganti dengan Alfabet Latin.
C. Sistem kekerabatan
Masyarakat Minangkabau
menganut garis keturunan matrilineal (garis keturunan ibu). Keturunan keluarga
dalam masyarakat Minangkabau terdiri atas tiga macam kesatuan kekerabatan yaitu
: paruik, kampuang dan suku. Kepentingan suatu keluarga diurus oleh laki-laki
dewasa dari keluarga tersebut yang bertindak sebagai niniek mamak. Jodoh harus
dipilih dari luar suku (eksogami). Dalam adat diharapkan adanya perkawinan
dengan anak perempuanmamaknya.
Perkawinan tidak mengenal mas kawin, tetapi mengenal uang jemputan yaitu pemberian sejumlah uang dan barang kepada keluarga mempelai laki-laki. Sesudah upacara perkawinan mempelai tinggal di rumah istrinya (matrilokal).
Perkawinan tidak mengenal mas kawin, tetapi mengenal uang jemputan yaitu pemberian sejumlah uang dan barang kepada keluarga mempelai laki-laki. Sesudah upacara perkawinan mempelai tinggal di rumah istrinya (matrilokal).
Suku
bangsa Minangkabau merupakan suku bangsa yang cukup unik di Indonesia
dengan masyarakatnya yang menganut sistem kekerabatan matrilineal. Umar Junus
sebagaimana dikutip Hajizar mengemukakan:
Pendukung kebudayaan
Minangkabau dianggap sebagai suatu masyarakat dengan sistem kekeluargaan yang
ganjil diantara suku-suku bangsa yang lebih dahulu maju di Indonesia,
yaitu menurut sistem kekeluargaan yang Matrilineal. Inilah yang biasanya
dianggap sebagai salah satu unsur yang memberi identitas kepada kebudayaan
Minangkabau;
Prinsip kekerabatan masyarakat
Minangkabau adalah matrilineal descen yang mengatur hubungan kekerabatan
melalui garis ibu. Dengan prinsip ini, seorang anak akan mengambil suku ibunya.
Garis turunan ini juga mempunyai arti pada penerusan harta warisan, dimana
seorang anak akan memperoleh warisan menurut garis ibu. Warisan yang dimaksud
adalah berupa harta peninggalan yang sudah turun-temurun menurut garis ibu.
Secara lebih luas, harta warisan (pusaka) dapat dikelompokkan dua macam, yaitu
pusaka tinggi dan pusaka rendah.
Pusaka tinggi adalah harta yang
diwarisi dari ibu secara turun-temurun; sedangkan pusaka rendah adalah warisan
dari hasil usaha ibu dan bapak selama mereka terikat perkawinan. Konsekwensi
dari sistem pewarisan pusaka tinggi, setiap warisan akan jatuh pada anak perempuan;
anak laki-laki tidak mempunyai hak memiliki—hanya hak mengusahakan; sedangkan
anak perempuan mempunyai hak memiliki sampai diwariskan pula kepada anaknya.
Seorang laki-laki hanya boleh mengambil sebagian dari hasil harta warisan
sesuai dengan usahanya—sama sekali tidak dapat mewariskan kepada anaknya. Kalau
ia meninggal, maka harta itu akan kembali kepada ibunya atau kepada adik
perempuan dan kemenakannya
Dalam sistem kekerabatan matrilineal, satu rumah
gadang dihuni oleh satu keluarga. Rumah ini berfungsi untuk
kegiatan-kegiatan adat dan tempat tinggal. Keluarga yang mendiami rumah gadang
adalah orang-orang yang seketurunan yang dinamakan saparuik (dari satu
perut) atau setali darah menurut garis keturunan ibu. Ibu, anak laki-laki dan
anak perempuan dari ibu, saudara laki-laki ibu, saudara perempuan ibu serta
anak-anaknya, atau cucu-cucu ibu dari anak perempuannya disebut saparuik,
karena semua mengikuti ibunya. Sedangkan ayah (suami ibu) tidak termasuk
keluarga di rumah gadang istrinya, akan tetapi menjadi anggota keluarga dari
paruik rumah gadang tempat ia dilahirkan (ibunya).
Menurut
sistem matrilineal, perempuan memiliki hak penuh di rumah gadang, dan
kaum laki-laki hanya menumpang. Anak perempuan yang berkeluarga atau kawin
tinggal pada bilikbilik (kamar-kamar) rumah gadang bersama suami
mereka, sedangkan anak perempuan yang belum dewasa tidur bersama saudara
perempuan yang lain di ruang tengah. Anak laki-laki yang sudah berumur 7 tahun
disuruh belajar mengaji dan menginap di surau. Pada dasarnya di
Minangkabau, anak laki-laki sejak kecil (usia sekolah) sudah sudah dipaksa
hidup berpisah dengan orang tua dan saudara-saudara wanitanya. Mereka dipaksa
hidup berkelompok di surausurau dan tidak lagi hidup di rumah gadang dengan
ibunya.
Walaupun perempuan memunyai hak
penuh di rumah gadang, namun wewenang untuk memimpin dan membina, serta
untuk memelihara ketentraman hidup berumah tangga di dalam sebuah rumah gadang
dipegang oleh mamak rumah, yaitu salah seorang laki-laki dari garis
keturunan ibu saparuik yang dipilih untuk memimpin seluruh keturunan saparuik
tersebut.
Mamak rumah itu disebut tungganai
dengan gelar Datuak sebagai gelar pusaka yang diterima dari
paruiknya. Dalam sistem matrilineal, yang berperan adalah mamak, yaitu
saudara ibu yang laki-laki. Ayah merupakan urang sumando atau orang yang
datang. Haknya atas anak sedikit karena mamak-nya yang lebih berkuasa.
Perkawinan di Minangkabau tidaklah menciptakan keluarga inti (nucleus
family) yang baru. Suami atau istri tetap menjadi anggota dari garis
keturunannya masing-masing (Navis, 1984:20). Dalam kehidupan sehari-hari, orang
Minangkabau sangat terikat pada keluarga luas (exented family), terutama
keluaga pihak ibu. Keluarga pihak ayah disebut bako yang perannya sangat
kecil dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, di Minangkabau tidak tampak
apa yang disebut keluarga batih yang menunjukan ayah lebih berperan, mamak-lah
yang lebih berperan. Ayah akan berperan pula sebagai mamak terhadap
kemenakannya di rumah keluarga ibunya dan saudara perempuannya
D.
Sistem
Kesenian
1.
Seni Bangunan
Rumah adat Gadang berbentuk rumah panggung
yang memanjang terbagi : biliek sebagai ruang tidur, didieh sebagai ruang tamu,
anjueng sebagai tempat tamu terhormat. Ciri utama rumah gadang terletak pada
bentuk lengkung atapnya yang disebut gonjong yang artinya tanduk berbentuk
rebung (tunas bambu).
Rumah
adat Minang
2. Seni
Tari
Masyarakat Minangkabau memiliki berbagai macam atraksi dan
kesenian, seperti tari-tarian yang biasa ditampilkan dalam pesta adat maupun
perkawinan. Di antara tari-tarian tersebut misalnya tari pasambahan merupakan tarian yang dimainkan bermaksud sebagai ucapan
selamat datang ataupun ungkapan rasa hormat kepada tamu istimewa yang baru saja
sampai, selanjutnya tari piring merupakan bentuk tarian dengan gerak
cepat dari para penarinya sambil memegang piring pada telapak tangan
masing-masing, yang diiringi dengan lagu yang dimainkan oleh talempong dan saluang. Jenis tari lainnya adalah Tari
Payung, Tari Indang, Tari Magis dll
Tari
Magis
3. Seni Musik
-Saluang terbuat dari bamboo semacam
seruling
-Talempong alat music terdiri dari bilah-bilah kayu atau kuningan sebanyak Sembilan atau dua belas buah yang diletakkan pada wadah yang berbentuk perahu.
-Talempong Pacik seperti gong kecil
-Talempong alat music terdiri dari bilah-bilah kayu atau kuningan sebanyak Sembilan atau dua belas buah yang diletakkan pada wadah yang berbentuk perahu.
-Talempong Pacik seperti gong kecil
Talempong
Kesenian rabah adalah pertunjukan
menyampaikan “kaba” atau kabar yang diiringi dengan alunan musik yang populer
di daerah pesisir Selatan Sumatra Barat, Pariaman, dan Solok
Kemudian ada saluang jo dendang yang berarti “musik saluang disertai nyanyian”.
Kesenian saluang biasa ditampilkan pada perayaan di desa-desa atau acara
keluarga. Saluang juga digunakan untuk mengiringi permainan bagurau, yaitu
lantunan pantun-pantun tentang keluh kesah, rayuan atau sindiran.
4.
Seni
Bela Diri
Silek atau Silat Minangkabau merupakan suatu seni bela diri tradisional khas suku ini
yang sudah berkembang sejak lama. Selain itu, adapula tarian yang bercampur
dengan silek yang disebut dengan randai. Randai biasa diiringi dengan nyanyian atau disebut juga
dengan sijobang, dalam randai ini juga terdapat seni peran (acting)
berdasarkan skenario.
0 komentar:
Posting Komentar